Minggu, 26 Februari 2017

MAKAR ALLAH ITU SANGAT LUAR BIASA !!!*

Kemarin bendera Tauhid dipidanakan dan jadi bahan bullyan para munafiqun.
ALLAH membalikan semua keadan dengan sangat mudah..
Dalam waktu dekat Jakarta akankah dipenuhi oleh bendera Tauhid ???
Mulai dari bandara Halim Perdana Kusuma hingga hotel-hotel termegah di Jakarta akankah dihiasi oleh bendera Tauhid??
Bahkan Istana Negara dan gedung DPR RI juga akan mengibarkan bendera Tauhid Arab Saudi, bersanding bersama Merah Putih ??...
Kemarin Bendera tauhid yang berwarna hitam tiap kali berkibar dicurigai...
Bahkan dianggap bendera peperangan jihadis sampai dianggap ngisis...
Padahal itu lah sebaik2nya bendera....yang diwariskan Junjungan kita nabi besar Muhamad Shalalahu Alaihi Wassalam..
Bahkan Bali… “Pulau Dewata” juga akankah mengibarkan bendera Tauhid untuk meyambut 1500 tamu agung, para “Royal Bangsawan Muslim”, yang pria berbusana jubah putih dan wanita berhijab serba gelap plus cadar...??
Bali akan melayani tamu penting yang sangat “KEARABAN” dan sangat “KEISLAMAN” dengan pelayanan super eksklusif.
Dulu bendera Tauhid dikriminalkan dan jadi bahan ejekan oleh kaum munafikun yang membela bahkan cinta mati sama musuh Islam
Tergambar sudah...
Siapa yang kalian bela...
Bendera Simbol perjuangan Islampun kau cela...
ALLAH LAH YANG MAHA DASYAT PEMBUAT MAKAR !!
Akan tiba saatnya Bendera Tauhid datang dengan penuh izzah/kemuliaan dengan gelontoran investasi senilai US$ 25 Miliar. Dengan 1500 rombongan yang datang dengan 7 pesawat sendiri, bahkan tangga pesawatnya juga bawa sendiri.
وَلِلَّهِ ٱلۡعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِۦ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَـٰكِنَّ ٱلۡمُنَـٰفِقِينَ لَا يَعۡلَمُونَ
“Dan ‘izzah (kemulian/kekuatan) itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu’min, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (QS Al-Munafiqun: 8)
Tamparan telak bagi mereka yang anti Arab dan anti Islam.
Akankah bendera tauhid kali ini dikriminalisasi ??..
Sokk jawabbb....Soub
Disarikan Bu Kristinawati Hidajat dari berbagai sumber.

Jumat, 24 Februari 2017

Wow! Dukung Anies-Sandi, Daeng Basry Copot Atribut PDIP

Sabtu (21/1) siang, digelar silaturahmi Gerakan Boy Sadikin (G’bos) Jakarta Utara dengan Ketua Tim Relawan Anies-Sandi, Boy Sadikin, di Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.

Koordinator G’bos Jakarta Utara Daeng Basry menuturkan, acara tersebut merupakan deklarasi para pengurus PDIP Jakarta Utara yang mengundurkan diri dan menyatakan mendukung Anies-Sandi di Pilgub DKI 2017.

Para pengurus tersebut merupakan pengurus partai di wilayah  Kamal sampai Muara Angke. “Saya sudah tiga bulan mengundurkan diri dari jabatan bendahara DPC PDIP Jakarta Utarat. Saya janji ke Bang Boy Sadikin, Insya Allah suara Anies-Sandi maksimal di Jakut,” ujar dia.

Daeng menegaskan, mulai saat ini semua relawan harus kerja keras. Tidak bisa santai-santai. “Yang kita perjuangkan hari ini sampai 15 Februari, Anies-Sandi harus menang,” tegas dia.

Dalam kesempatan itu juga, Boy Sadikin berharap, semua relawan yang ada di Jakarta Utara bergotong-royong dan bekerjasama memenangkan Anies-Sandi dalam Pilgub DKI.

“Saya mohon para relawan harus jeli dan kritis memantau segala bentuk kecurangan-kecurangan yang akan terjadi di pilgub. Pilgub harus jujur dan bersih. Kita inginkan gubernur baru, gubernur yang lebih santun, peduli wong cilik dan membahagiakan warganya,” pungkas Boy. (idn)

Catatan Dr. Hariman Siregar: *Kejinya Pemerintah, Tega Membodohi Rakyat Demi Menangkan Jagoan Istana*

*Kejinya Pemerintah, Tega Membodohi Rakyat Demi Menangkan Jagoan Istana*
catatan dr Hariman Siregar

Tulisan ini saya buat dengan sepenuh kekecewaan. Tidak sampai nalar saya menyikapi manuver-manuver politik dalam Pilkada DKI Jakarta, yang kian lama kian kental nuansa 
Kekuasaan ambrol, bukan lagi untuk memperkuat yang benar, melainkan mati-matian membela jagoannya. Demi kemenangan jagoan versi istana, bahkan melacurkan kebenaran, menginjak moralitas politik pun dilakukan. *Sungguh tragis*
Rakyat menyaksikannya dengan hati berkeping-keping. Di mana hati nurani penguasa?
Apakah penguasa melihat rakyat cuma sebagai kumpulan orang-orang bodoh yang bisa dengan gampang dibodohi?
Bagaimana mungkin suatu perkara yang sudah terang duduk-tegaknya, salah-benarnya, bisa dipelintir dengan begitu kasar tanpa rasa bersalah?
Ahok yang sudah jelas-jelas menista agama Islam, sampai saat ini tidak kunjung ditahan meski sudah duduk di kursi terdakwa.
Padahal, kasus-kasus serupa dengannya, seperti Arswendo Atmowiloto, Permadi atau Lia Eden langsung ditahan.
Ketika Ahok menghina K.H. Ma’ruf Amin, Menteri Luhut B Pandjaitan langsung turun tangan. Bahkan demi Ahok, presiden sampai bertindak melanggar UU Pemda karena tidak memberhentikan sementara Ahok yang sudah berstatus terdakwa kasus penistaan agama.
Kini seorang narapidana kasus pembunuhan dijadikan pion kekuasaan.
Antasari Azhar memfitnah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hanya beberapa jam sebelum pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta dilakukan.
Tujuannya jelas,
agar nama baik SBY tercemar sehingga elektabilitas Agus Harimurti Yudhoyoni (AHY)- Sylvia Murni hancur dalam hari H Pilkada ini. Apa yang dilakukan Antasari adalah manuver keji, kotor dan murahan.
SBY sudah mengklarifikasikan tuduhan ini dengan amat terang. Bahkan dirinya tidak pernah mengintervensi penyidik kepolisian, jaksa, maupun majelis hakim, termasuk dalam kasus Antasari.
Karenanya, SBY menantang aparat hukum untuk membuka kasus SBY ini secara gamblang.
SBY juga menempuh langkah hukum terhadap Antasari karena merasa nama baiknya dicemarkan.
Tetapi kasus ini bukan cuma sengketa SBY-Antasari. Kasus ini adalah satu bukti tambahan bahwa tangan-tangan kekuasaan terus bergerak untuk memenangkan “jagoan” istana.
Antasari pasti paham bahwa manuvernya akan mengundang reaksi politik, bahkan hukum. Kepada siapa ia akan berlindung kalau bukan kepada penguasa?
Siapa yang sangggup melindungi Antasari dari jerat hukum atas pencemaran nama baik kalau bukan penguasa.
Seorang pandir pun paham, manuver Antasari mustahil terjadi jika mantan narapidana kasus pembunuhan ini tidak dibeking oleh penguasa.
Akibat manuver ini, Pilkada DKI Jakarta terancam tidak demokratis.
Pilkada Jakarta terancam ambruk dari transisi kekuasaan secara demokratis, menjadi rentetan aksi main kayu, aksi tipu-tipu rakyat.
Celakanya,
penguasa yang seharusnya menjadi suriteladan rakyat malah terkesan menjadi sumber masalah adalah gejolak sosial-politik ini.
Penguasa yang terjangkit syndrom paranoid memerkosa demokrasi demi mempertahankan ambisi kekuasaannya.
Apa yang terjadi hari ini membuat saya merindukan Pilkada Jakarta tahun 2012 yang berlangsung demokratis itu.
Di mana penyelengara, paslon, pemilih sampai penguasa bahu-membahu untuk mewujudkan kontestasi politik yang fair, beradab dan berkeadilan.
Tidak ada tipu-tipu rakyat di sana, apalagi aksi main kayu ala penguasa.
Silakan pembaca bandingkan. Pada Pilkada 2012 putaran 2, yang bersaing hanya dua pasang, head to head antara Jokowi-Ahok dan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli.
Tetapi kegaduhannya masih mengasyikan. Protes publik masih bisa ditolerir.
Mengapa kondusifitas ini bisa terjadi? Karena penguasa bersikap netral.
Kendati Nachrowi Ramli adalah kader Demokrat, SBY tidak melakukan intervensi. TNI, Polri, BIN, KPUD melaksanakan tugas dan fungsi pokoknya sesuai peraturan perundang-undangan.
Bahkan, kendati pun Jokowi-Ahok menang tipis, tidak ada upaya untuk mendongkel kemenangan itu secara inskontitusional.
Bandingkan dengan kondisi hari ini? Aparat keamanan seolah-olah getol mencari-cari kasus-kasus hukum kandidat penantang paslon petahana.
Sejak perhelatan Pilkada DKI Jakarta dihelat, kita sama-sama saksikan aparat keamanan seolah-olah berubah menjadi tim pemenangan kandidat dengan menggembor-gemborkan kasus-kasus hukum kandidat penantang petahana.
Ada yang dipanggil ke kantor polisi, ada yang dihantam pemberitaan negatif berbasiskan pernyataan aparat hukum.
Tujuanya jelas, untuk menjatuhkan elektabilitas para penantang petahana.
*Inilah Pilkada paling memalukan dalam sejarah ibukota Indonesia*. Demokrasi diperkosa di sini.
Moralitas dibunuh ambisi kekuasaan. Para pelakunya mengenakan topeng tanpa dosa; seolah-olah mereka tidak tersangkut dalam distorsi kedaulatan rakyat ini.
Akibatnya, jika dahulu, pelacuran kebenaran adalah pebuatan nista, kini pelaku malah dielu-elukan sebagai pembela demokrasi, sebagai pejuang hukum.
Tragisnya, semua itu dilakukan dengan cara membodohi-bodohi rakyat. Pun ketika aksi pembodohan itu sudah kental diketahui hitam-putihnya oleh rakyat sendiri.
Betapapun carut-marutnya, kita masih memiliki harapan. Rakyat Jakarta adalah benteng terakhir untuk mencegah distorsi demokrasi ini kian mengamuk dan menghancurkan sendi-sendi tata kehidupan Jakarta.
*Hari ini adalah waktu yang tepat bagi rakyat untuk mengambil kembali kedaulatannya*
Rakyat harus bergerak untuk menghukum pemimpin yang zalim, sekalipun, pemimpin yang zalim itu nyata-nyata didukung oleh penguasa di level puncak. Jangan takut, jangan abai.
Hari ini adalah satu peluang besar bagi rakyat dalam jangka lima tahun ke depan. Pillada 2017 adalah peluang rakyat untuk mendapuk pemimpin yang demokratis, tidak zalim, tidak gandrung memfitnah dan didukung tukang fitnah.
*Ini peluang untuk menciptakan Jakarta untuk semua*
Jakarta untuk rakyat!

Mantan Petinggi Polri: Kenapa Kasus Ahok Aneh? Kenapa Penguasa Membela Mati-matian?


Kasus penistaan agama yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama merupakan perkara sederhana dan mudah untuk diselesaikan. Apalagi, sudah banyak kasus sejenis sebelumnya.

"Alhamdulillah Indonesia punya UU Penodaan/Penistaan agama, semua pelakunya dihukum berat ditahan diproses dan dipenjara," jelas mantan petinggi Polri yang pernah berkali-kali menangani kasus penistaan agama di Indonesia, Anton Digdoyo.

Karena itulah, dia mempertanyakan, kenapa kasus Ahok ini penanganannya rumit dan ribet sekali.

"Kenapa kasus Ahok jadi aneh? Karena dibela mati-matian oleh penguasa. Kenapa penguasa membela? Tanya saja pada mereka. Kita cuma bisa membahas yang tampak-tampak," sambung Dewan Pakar ICMI Pusat ini lewat pesan singkat yang diterima pagi ini.

Misalnya, soal langkah Mendagri Tjahjo Kumolo untuk meminta Fatwa Mahkamah Agung. Setelah keluar Fatwa, Mendagri sempat tak bersedia menyampaikan isi Fatwa tersebut ke publik.

Terlepas dari itu, dia menambahkan, sebenarnya sudah ada Fatwa MA agar semua pelaku penista agama dihukum seberat-beratnya karena termasuk kejahatan yang derajat keresahannya di masyarakat sangat tinggi.

"Maka Arswendo dan lain-lain pun dihukum maksimal 5 tahun penjara. Kenapa Ahok diistimewakan. Padahal azas hukum itu adalah untuk kesamaan keadilan kemanfaatan dan kepastian hukum wajib dijaga ditegakkan," tandasnya.

Presiden Jokowi sendiri sebelumnya sudah berkali-kali menepis anggapan dia mengintervensi penanganan kasus Ahok tersebut. (rmol)

Infak Diperkarakan, Din Tantang Polisi Bongkar Dana Teman Ahok dan Rekening Gendut

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr Din Syamsudin mengaku terusik hatinya ketika ada aktivis muslim yang dikriminalisasi dengan tuduhan yang tidak berdasar.
Hal itu, terkait kasus yang menimpa Adnin Armas, Ketua Yayasan Keadilan Untuk Semua, yang kabarnya dijadikan tersangka oleh kepolisian atas kasus dana infaq umat Islam kepada Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI yang dihimpun menggunakan rekening yayasan yang diketuainya.
Din menilai, Polri sudah melampaui batas. Ia pun menantang kepolisian untuk tidak pilih kasih dalam membongkar kasus serupa.Kalau mau dibongkar semuanya. Kita bisa kasih kasusnya, seperti uang Teman Ahok, atau rekening gendut Polri. Atau apa, kalau mau ayo bongkar semuanya,” ucap Din kepada hidayatullah.com, di Kantor MUI, Jakarta, Rabu (23/02/2017).
Ia mengungkapkan, pilihannya hanya dua, bongkar semua kasus serupa tanpa pilih kasih. Atau hentikan kasus tersebut.“Saya berharap itu tidak dilanjutkan oleh Polri. Agar tidak menambah sesak dada umat Islam dengan ketidakadilan,” ujarnya.
Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini mewanti-wanti, bahwa jika aparat berlebihan menegakkan hukum, apalagi sampai tidak adil. Semua itu akan kembali ke dirinya sendiri.
“Saya berharap Polri jernih melihat ini,” tandas Din.*

Kamis, 23 Februari 2017

GEMPAR!! Kapolri Sebut Kapolda Metro Turut Terseret Rekayasa Kasus Antasari

ALLOH YANG AKAN MEMPORAK PORANDAKAN BARISAN MEREKA.....

Mantan Ketua KPK Antasari Azhar dalam laporan ke Bareskrim Polri pada 14 Februari 2017, melaporkan dugaan pidana persangkaan palsu atau rekayasa kasus (Pasal 417 KUHP) dan penghilangan barang bukti (Pasal 318 KUHP) atas kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen yang memvonisnya 18 tahun penjara.



Antasari menyampaikan empat item bukti petunjuk untuk menguatkan laporannya dan mengarah kepada penyidik yang menangani kasus pembunuhan Nasrudin pada 2009.

Demikian disampaikan Tito Karnavian dalam Rapat Kerja dengan Komisi III di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (22/2/2017).

“Yang dilaporkannya Pasal 318, yaitu adanya petugas yang membiarkan, yang seolah-olah melakukan rekayasa, atau mneghilangkan barang bukti. Adaa empat item yang dilaporkannya,” kata Tito.

Baca: Kapolri Beberkan Ketua GNPF MUI Kirim Dana dari Aksi Bela Islam II dan III ke ISIS

Tito menyebutkan empat item yang dilaporkan Antasari itu adalah tentang baju dan celana korban, tembakan peluru ke korban, SMS dan keterangan dua orang saksi.

Tito menjelaskan, Antasari dalam laporan malaporkan, penyidik tidak menjadikannya baju korban, Nasrudin Zulkarnaen, sebagai barang bukti di persidangan.

Oleh karena itu, penyidik dianggapnya menghilangkan barang bukti.

Tentang peluru, Antasari mempertanyakan dalam penyidikan dan dakwaan jaksa disebutkan ada tiga tembakan kepada korban.

Namun, kenyataanya hanya ada dua tembakan dalam fakta persidangan.

Selanjutnya, tentang adanya pesan singkat atau SMS dari Antasari kepada Nasrudin sekitar dua bulan sebelum tewas ditembak.

Saat persidangan perkara Antasari, jaksa menyebutkan SMS tersebut berbunyi peringatan dari Antasari kepada Nasrudin.

Namun, Antasari tidak merasa pernah mengirimkan SMS tersebut dan hingga kini tidak dapat dibuktikan.

Selain itu, dua saksi yang dihadirkan, Etza Imelda Fitri dan Jeffry Lumempouw, yang mengaku pernah melihat isi SMS tersebut dari telepon genggam Nasrudin Zulkarnaen.

Namun, dalam persidangan, data record pesan tersebut di folder SMS maupun di telepon genggam tersebut tidak ada.

“Sehingga menurut yang bersangkutan (Antasari Azhar), ini penyidik itu merekayasan SMS tersebut,” jelas Tito.

Menurut Tito, secara keseluruhan materi maupun empat item yang dilaporkan oleh Antasari Azhar ke Bareskrim Polri menyasar para penyidik yang dulu menangani perkara Antasari, termasuk Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan selaku Direskrimum Polda Metro Jaya.

Ia membantah Polri terlibat settingan untuk menyerang mantan presiden SBY. Sebab, justru pihak Polri yang disasar oleh Antasari terkait laporan tersebut.

“Jadi, tidak ada kami setting apapun. Justri Polri yang dirugikan karena yang diserang adalah penyidik. Sedangka serangan ke Pak SBY enggak ada, serangan secara laporan tidak ada, tertulis pum tidak ada,” tandasnya. [AW/Tribunnews]

Indonesia Kritis, Tokoh Reformasi Amien Rais Bongkar Ancaman Dahsyat Poros Beijing

Tokoh reformasi, Prof Dr Amien Rais menilai masa depan Negara Indonesia sejatinya berada pada hasil Pilkada Jakarta.
Tapi, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu merasa khawatir dengan kondisi Indonesia yang semakin kritis.


“Saya lahir sebelum proklamasi dan saya hidup di lingkungan Muhammadiyah dan Masyumi. Nah saya katakan, belum pernah negeri muslim terbesar yang namanya Indonesia ini, dalam keadaan yang sekritis dan mengkhawatirkan seperti yang kita alami saat ini,” katanya saat Tablig Akbar di Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, Sabtu malam (18/2/2017).

Mengutip Milton Friedman, Amien Rais sependapat dengan perkataannya “The combination of economic and political power in the same hands is a sure recipe for tyranny”. Kombinasi politik dan ekonomi disatukan adalah resep yang cespleng untuk munculnya tirani yang mendasar minoritas atas mayoritas.

“Saudara-saudara saya tahu ini direkam, teman-teman dari BIN ada disini, dari Bareskrim ada disini juga untuk memata-matai saya. Pasti ada, saya katakan, saya bisa berdebat dengan Pak Jokowi kapan saja. Maaf pak Jokowi saya ekspresi anak negeri yang dilindungi Undang Undang Dasar, bahwa sejatinya pak Jokowi dan pak Ahok adalah dua boneka politik dan ekonomi dari warga yang hanya dua persen,” ujarnya.

Ucapan Jokowi yang mengatakan bahwa Indonesia harus jadi poros maritim di Asia bahkan dunia, menurut Amien Rais bagian dari rencana Beijing mengembangkan sayap ekonomi dan jalur perdagangan bisnis Internasional Tiongkok.

“Ini saya buka, sarjana ekonomi S1 dari UGM kok tiba-tiba jadi ahli kelautan. Jebulnya, ternyata tim pemenangan pak Jokowi sekarang ini sudah berkali-kali sowan ke Beijing, dari sana dikenalkan dengan OBOR (One Bild One Road). Dalam rangka mengepakkan sayap ekonomi dan militer itu, maka Beijing membuat jalan sutra dari Beijing terus ke selatan lewat Asia Tengah sampai ke Turki, sampai ke Eropa,” ucapnya.

Amien Rais mengetahui bahwa Negeri Indonesia akan jadi pelayan ekonomi Negeri Bambu. Menjadi budak di negeri sendiri merupakan ancaman yang sudah ada didepan mata. Dia sangat berharap komentarnya didengar oleh Pemerintahan Jokowi, untuk selanjutnya berdialog masalah ancaman bangsa dari gempuran ekonomi Tiongkok.

“Nah saudara-saudara, orang yang berfikiran sederhana tahu bahwa poros maritimnya rezim ini, jadi subordination, jadi pelayan ekonomi Cina. Saya tahu ini direkam, malah supaya didengar oleh mereka. Jadi kita ini mengalami hal yang paling mengkhawatirkan,” tandasnya. [SY]